Senin, 28 Januari 2013

And Then There Were More (ATTWM): Kisah Pembunuhan Ribuan Tahun Lalu

Sebenarnya banyak sih novel Agatha Christie yang saya suka. Salah satunya Death Comes As The End yang pertamakali saya baca ketika SD (Lebih dari dua dekade yang lalu).

Death Comes As The End berlatarbelakang Mesir ribuan tahun lalu di mana sungai Nil masih dilintasi kapal-kapal yang membawa barang untuk berdagang. Janda muda beranak satu Renisenb kembali rumah keluarga besarnya.



Ketenangan di rumah Renisenb terusik saat sang ayah Imhotep pulang membawa selir cantik Nofret. Nofret sendiri tidak sengaja mengintimidasi ketiga putra Imhotep sekaligus istri-istri mereka. Satipy dan Kait yang merupakan istri Yahmose dan Sobek sengaja mengganggu Nofret. Namun Nofret mengadukan perbuatan mereka sehingga Imhotep mengancam mengusir ketiga anak lelaki dan keluarga mereka dari rumahnya.

Secara tidak langsung Nofret menandatangani surat kematiannya, terbukti suatu hari ia ditemukan mati di kaki jurang. Dewa maut nampak meneror keluarga Imhotep. Satipy meloncat ke jurang, minuman Yahmose dan Sobek diracun sehingga menewaskan Sobek, dan pelayan yang mengaku melihat hantu Nofret juga ditemukan mati keracunan.

Renisenb, nenek Esa, serta Hori yang merupakan sahabat lama keluarga Renisenb menyelidiki kematian-kematian mencurigakan ini. Nenek Esa yang mencuriga seseorang sengaja memancing dengan menceploskan petunjuk kematian Satipy. Sang pelaku yang merasa terancam pun menghabisi nenek Esa dengan meracuni selimut bulu yang dipakainya.

Ketika merenungi kematian di sekelilingnya, Renisenb mendengar langkah kaki. Saat menengok ke belakang, yang dilihatnya adalah sosok familiar namun dengan tatapan kebencian tertuju kepadanya. Renisenb sadar nyawanya kini ada di ujung tanduk....

Jika dibandingkan dengan kasus-kasus Agatha lainnya memang sih Death Comes As The End tergolong 'biasa'. Namun tetap menarik perhatian saya karena pada masa itu belum dikenal DNA, sidik jari, dan olah TKP sehingga sulit menemukan bukti fisik untuk menjerat pelaku. Hori dan Esa hanya mengandalkan intuisi, logika, dan psikologi dalam mencari siapa si pembunuh sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar